Berita Terkini

KPU Enrekang Siap Jalankan Putusan MK Soal Pemisahan Pemilu Nasional dan Lokal

kab-enrekang.kpu.go.id – Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Enrekang menyatakan kesiapan untuk menjalankan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pemisahan pelaksanaan pemilihan umum nasional dan lokal. Pernyataan ini disampaikan langsung oleh Ketua KPU Kabupaten Enrekang, Munir Anas, menanggapi Putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang dibacakan pada Kamis (26/06/2025) lalu.

Munir menegaskan bahwa pihaknya mendukung penuh pelaksanaan putusan tersebut sebagaimana yang telah diarahkan oleh Ketua KPU RI, Mochammad Afifuddin. Ia menyebutkan bahwa keputusan MK merupakan produk hukum yang bersifat mengikat dan harus menjadi pedoman dalam pelaksanaan undang-undang pemilu di daerah.

“Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 135 Tahun 2024 harus dijadikan sebagai fakta yang wajib dilaksanakan dalam konteks pelaksanaan undang-undang oleh penyelenggara pemilu,” ujar Munir.

Ia menambahkan bahwa KPU akan melakukan evaluasi dan menyiapkan mitigasi risiko dengan merujuk pada pelaksanaan pemilu sebelumnya sebagai bagian dari persiapan teknis dan operasional.

Meski demikian, Munir menyebut pelaksanaan teknis dari putusan tersebut masih menunggu arahan lanjutan dari KPU RI. 
"Tentu kita menunggu arahan pusat untuk lebih lanjutnya," tandasnya.

Dengan adanya keputusan ini, KPU di seluruh daerah, termasuk Enrekang, akan menghadapi tantangan baru dalam perencanaan dan pelaksanaan pemilu. Namun, Munir menegaskan komitmen KPU Enrekang untuk tetap menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sesuai amanat konstitusi dan peraturan yang berlaku..

Sebagai informasi, Putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024 menyatakan bahwa pemilu di Indonesia akan dilaksanakan dalam dua tahap. Pemilu nasional yang mencakup pemilihan anggota DPR, DPD, serta Presiden dan Wakil Presiden akan digelar terlebih dahulu. Sementara itu, pemilu lokal untuk memilih anggota DPRD, gubernur, bupati, dan wali kota akan diselenggarakan setelah jeda waktu sekitar dua hingga dua setengah tahun.

Ketua KPU RI, Mochammad Afifuddin menegaskan bahwa kebijakan tersebut harus dijadikan sebagai pijakan awal dalam memperbaiki tata kelola pemilu nasional ke depan.

"Putusan MK ini bukan sekadar perubahan teknis, melainkan kesempatan bagi kita semua untuk berbenah. Ini adalah momen evaluasi sistemik yang perlu disikapi secara serius," ujar Afifuddin dalam sebuah diskusi publik bertajuk Proyeksi Desain Pemilu Pasca Putusan MK yang digelar Fraksi PKB di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (4/7/2025).

Afif mengungkapkan, meskipun tantangan teknis yang akan dihadapi tidak kecil, KPU telah memiliki pengalaman panjang dalam menangani berbagai model pemilu, termasuk yang paling kompleks di dunia, yakni pemilu serentak tahun 2019 dan 2024. Oleh karena itu, dia memastikan KPU siap beradaptasi dan melaksanakan mandat konstitusi.

"Pemilu 2019 dan 2024 adalah bukti bahwa kami sanggup menjalankan pemilu dengan beban kerja tinggi. Jadi, kami tidak terlalu khawatir dengan perubahan ini, yang penting ini menjadi awal perbaikan," tegas Afif.

Lebih lanjut, Afif juga menyoroti pentingnya reformasi pada proses seleksi penyelenggara pemilu. Ia menyampaikan bahwa rekrutmen penyelenggara sebaiknya dilakukan secara serentak agar tidak terjadi pergantian personel menjelang hari pemungutan suara.

"Ada pengalaman di masa lalu, di mana H-1 pemilu masih terjadi pergantian penyelenggara. Ini tentu tidak ideal," imbuhnya.

Sementara itu, anggota KPU RI Idham Kholik menyatakan bahwa lembaganya belum dapat mengambil keputusan teknis terkait pelaksanaan pemilu terpisah sebelum adanya regulasi baru yang mengatur hal tersebut. KPU, menurutnya, masih menunggu pembentukan Undang-Undang Pemilu dan Pilkada yang baru.

“Karena KPU bekerja berdasarkan amanat undang-undang, maka kami menunggu regulasi baru sebagai landasan kerja. Saat ini pembentuk undang-undang sedang menyusun rancangan tersebut,” jelas Idham, Selasa (8/7/2025).

 

Meskipun demikian, Idham menuturkan bahwa KPU telah melakukan kajian mendalam terhadap isi dan pertimbangan hukum dalam putusan MK. Kajian itu disiapkan agar KPU dapat memahami arah regulasi baru secara utuh saat sudah disahkan oleh pembentuk undang-undang.
Selain soal teknis dan regulasi, Idham juga menyinggung kondisi keselamatan penyelenggara pemilu. Ia menyebut bahwa tingkat risiko dalam penyelenggaraan pemilu pada 2024 menurun signifikan dibandingkan pemilu sebelumnya. Penurunan itu, menurutnya, merupakan hasil dari perbaikan manajemen internal KPU dalam menyelenggarakan pemilu.


Dengan semangat untuk terus memperbaiki sistem dan menjaga integritas pemilu, KPU berkomitmen untuk melaksanakan amanat konstitusi dengan profesional.

“Prinsipnya, kami adalah pelaksana undang-undang. Ketika regulasi baru hadir, kami siap menjalankannya,” tutup Idham. (*)

Bagikan:

facebook twitter whatapps

Telah dilihat 107 kali